Desakan Restoratif Justice Pemukulan AWK, Habis Nyepi Akan Dijawab

    Desakan Restoratif Justice Pemukulan AWK, Habis Nyepi Akan Dijawab
    Arya Wedakarna (AWK)

    DENPASAR - Kasus pemukulan terhadap Anggota DPD RI Arya Wedakarna (AWK) setelah hampir 3 tahun berlalu, akhirnya membuahkan hasil walau menempuh perjalanan yang panjang. 

    Dengan ditetapkannya oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali dengan menerbitkan surat penetapan tersangka kepada IGN TP (terlapor) dengan Nomor: BP/75/XII/2022/Ditreskrimum tertanggal 12 Desember 2022 dengan sangkaan Pasal 351 KUHP jo 352 KUHP dengan ‘locus delicti’ atau tempat terjadinya perkara di halaman Kantor DPD RI Provinsi Bali, Jl. Cok Agung Tresna No 74, Renon, Denpasar pada 28 Oktober 2020 lalu.

    Dalam jumpa persnya AWK mengucapkan rasa terima kasih dan apresiasi kepada Polda Bali yang sudah memproses tentang penganiayaan terhadap dirinya.

    " Sikap kami adalah selaku pejabat negara yang kebetulan duduk di komite bidang hukum, kami akan menaati aturan yang ada, kami mengikuti proses hukum yang akan dijalankan oleh kepolisian dan lainnya dan kami tunduk terhadap ditetapkannya tersangka kepada IGN TP alias Gung Alit "

    Ia juga menjelaskan bahwa akan menunggu proses pengadilan dan kepada konstituen AWK dan masyarakat luas dihimbau untuk tetap tenang terhadap situasi seperti ini dan menyerahkan sepenuhnya kepada yang berwajib.

    Pada sesi tanya jawab, awak media menanyakan soal dicabutnya pelaporan di Polda Bali bila tersangka sudah meminta maaf dan apakah ada tersangka lainnya. Yang mengagetkan adalah pertanyaannya adalah mengapa proses hukum yang dilalui ini cukup panjang dan lama tetapi malah mendapatkan apresiasi.

    " Masyarakat bisa menilai disini bahkan seorang Arya Wedakarna yang mungkin saja berpengaruh harus mengikuti proses yang lama dan kami tidak pernah mengintervensi, saya ingin memberikan teladan. Seorang Senator Republik Indonesia harus menunggu selama 3 tahun dan saya kooperatif, " jelas AWK.

    Ia juga menerangkan bahwa jumlah pengawalan saat kejadian itu jumlahnya lebih banyak dari pendemo, saat itu jumlah pendemo dikatakannya hanya kurang lebih 20 orang.

    Pelaporan kami ada 2 sebenarnya pertama adalah pemukulan yang kedua adalah pengerusakan gedung Pancasila. Itu disaksikan langsung oleh aparat kepolisian.

    " Yang kedua masih dalam proses saat ini, " sebutnya, Jumat (17/3/2023).

    Soal desakan pertanyaan untuk menyelesaikan secara Restorative Justice (RJ) dirinya mengatakan sudah menerima surat dari kuasa hukum tersangka untuk hal yang sama.

    " Setelah hari raya Nyepilah, apakah kasus ini akan dilanjutkan atau tidak, saya juga harus mendengar dari bapak Kapolda dan bapak Dirkrimum, tentunya harus mendengar dari Mabes dan tidak mau menyianyiakan dari penyidik yang 3 tahun ini bekerja keras. Nanti setelah Nyepilah ya, " ulangnya.

    Pertanyaan yang lain dari wartawan yang hadir adalah selain kekecewaan kepada marwah seorang pejabat negara yang dianiaya, selain itu adalah apakah adanya jalinan komunikasi kepada pihak terlapor yang saat ini statusnya tersangka.

    " Saya akui sudah beberapa kali diperiksa pihak kepolisian, justru bulan ini ya (maret) baru terima surat dari kuasa hukum mereka (terlapor) dan ada surat permohonan maaf. Itu sedang dikaji oleh tim hukum kami, " pungkasnya. 

    Terkait kasus ini, Penyidik Ditkrimum Polda Bali telah menyita 1 (satu) buah ponsel iPhone 7+, 1 (satu) buah flashdisk, 2 (dua) lembar visum et repertum Nomor: VER 139/XX/2020/Rumkit, tanggal 28 Oktober 2022 dan 10 lembar pas foto.

    Terhadap tersangka IGN TP, Ditkrimum Polda Bali memasang pasal Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah dan Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan dengan hukuman pidana penjara maksimal tiga bulan, denda tiga ratus rupiah. (Ray)

    restorative justice bali hukum senator
    Ray

    Ray

    Artikel Sebelumnya

    PENDIM.ID: Serbuan Informasi dan Anti Hoaks

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Macan Versus Banteng di Antara...

    Berita terkait