PERTANIAN - Jika pemerintah Indonesia benar-benar serius dalam mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan, langkah-langkah konkret harus terlihat jelas dalam kebijakan yang dijalankan. Tidak cukup hanya menggembar-gemborkan jargon swasembada pangan sebagai simbol kemandirian bangsa, pemerintah harus membuktikan komitmennya melalui tindakan nyata yang dapat diukur dan dirasakan langsung oleh petani. Salah satu cara untuk mengevaluasi keseriusan ini adalah dengan melihat alokasi anggaran negara untuk sektor pertanian, subsidi yang diberikan, serta kebijakan yang menjamin kesejahteraan petani.
Pertama, infrastruktur pertanian harus menjadi prioritas utama. Jalan tani, irigasi, gudang penyimpanan, dan akses ke teknologi modern harus tersedia secara merata, terutama di daerah-daerah pelosok yang menjadi lumbung pangan nasional. Tanpa infrastruktur yang memadai, petani akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan, menghadapi kendala distribusi hasil panen, hingga kerugian akibat minimnya sarana pasca-panen. Jika pemerintah tidak mengalokasikan anggaran yang signifikan untuk pembangunan infrastruktur ini, maka harapan akan swasembada pangan hanya tinggal angan-angan.
Kedua, subsidi untuk kebutuhan pokok petani seperti pupuk, pestisida, dan benih unggul harus disalurkan dengan tepat sasaran. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa seringkali subsidi ini tidak sampai ke tangan petani kecil yang benar-benar membutuhkan. Lebih buruk lagi, oknum-oknum tertentu justru memanfaatkan subsidi ini untuk kepentingan pribadi, memperburuk kesenjangan di sektor pertanian. Tanpa pengawasan yang ketat dan distribusi yang adil, program subsidi hanya menjadi formalitas tanpa dampak yang signifikan bagi petani.
Ketiga, pemerintah perlu memberikan jaminan harga yang menguntungkan bagi petani. Tidak ada artinya petani bekerja keras jika harga hasil panen mereka tidak cukup untuk menutupi biaya produksi, apalagi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kebijakan seperti penetapan harga dasar gabah atau mekanisme penyerapan hasil panen oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) harus diterapkan secara konsisten dan transparan. Pemerintah juga perlu melindungi petani dari fluktuasi harga akibat permainan pasar oleh para tengkulak atau tekanan dari produk impor yang lebih murah.
Namun, jika kebijakan dan anggaran untuk sektor pertanian tidak mencerminkan tiga hal ini, maka gerakan swasembada pangan hanyalah gimmick dan retorika belaka. Masyarakat akan melihatnya sebagai janji kosong tanpa realisasi, yang hanya diulang-ulang menjelang pemilu untuk menarik simpati. Lebih dari itu, petani—sebagai tulang punggung ketahanan pangan—akan semakin kehilangan kepercayaan pada pemerintah.
Swasembada pangan bukan sekadar soal kemandirian produksi pangan, tetapi juga mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil. Petani tidak membutuhkan janji manis; mereka membutuhkan kebijakan yang memberikan hasil nyata. Jika pemerintah serius, maka seluruh elemen kebijakan, anggaran, dan pelaksanaannya harus diarahkan untuk membangun ekosistem pertanian yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan. Jika tidak, swasembada pangan hanya akan menjadi cerita indah tanpa akhir bahagia.
Baca juga:
Sudah 997 Ton Ikan Danau Maninjau Mati
|
Jakarta, 15 Desember 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi