Kasus Tanah 1985, Gung Kiss: Bila Hukum Dipakai Menindas Kaum Lemah Advokat Harus Hadir

    Kasus Tanah 1985, Gung Kiss: Bila Hukum Dipakai Menindas Kaum Lemah Advokat Harus Hadir
    Advokat Ir. A.A.Ngurah Sutrisnawan SH, SE, CLAP, CNSP, C.CCL, CMP, C.IM (akrab disapa Gung Kiss) (kanan), I Wayan Tika (kiri)

    DENPASAR | Kantor Hukum Gunkiss & Partner kembali menangani kasus sengketa tanah. Kali ini, klien mereka, I Wayan Tika, berdomisili di Br. Negari, Lingk. Umah Anyar Kaja, Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, sudah terbelit kasus sertifikat ganda sejak tahun 1985.

    Kuasa hukum Tika yang sekaligus merupakan pimpinan kantor hukum Gunkiss & Partner, Advokat Ir. A.A.Ngurah Sutrisnawan SH, SE, CLAP, CNSP, C.CCL, CMP, C.IM (akrab disapa Gung Kiss), didampingi oleh rekannya I Gusti Kompyang Sastrawan, SH, membeberkan kasusnya saat ditemui di Resto Uma Taki Denpasar, Selasa (28/3). 

    Gung Kiss menegaskan jika pihaknya ingin melihat kebenaran atas peristiwa hukum yang menimpa kliennya. 

    "Harapan kami agar pengadilan bukan hanya sebagai tempat mencari keadilan, tapi bagaimana pengadilan bisa menjadi tempat menguji keadilan tersebut. Dalam hal ini, mengingat ada dua sertifikat yang berkekuatan hukum maka perlu kita uji sertifikat mana yang benar - benar sah, " paparnya.

    "Permasalahannya berawal pada tahun 1983, dimana ada kepemilikan lain atas tanah yang sama, sementara klien kami sudah memiliki tanah itu secara sah, disaksikan oleh camat zaman itu, sejak tahun 1979 "

    Kemudian dijelaskannya kembali, pada tahun 2004 ada sejenis pemaksaan atas penguasaan terhadap lahan tersebut dengan pemasangan pagar keliling. 

    Dengan segala keterbatasannya saat itu Tika hanya bisa pasrah. Hal ini mengingat pihak yang dilawan bukan orang sembarangan. Akhirnya, lahan tersebut menjadi status quo karena tidak bisa dimanfaatkan. Kemudian mereka melayangkan gugatan dan mau tidak mau Tika harus melayani gugatan mereka. Jadi, ada dua sertifikat berkekuatan hukum, dimana milik penggugat bernomor 1692 dengan total luas 6 are. 

    " Dia merasa sertifikatnyalah yang sah sehingga melakukan gugatan tersebut. Kemudian Pengadilan Negeri Tabanan mengeluarkan putusan pada 12 Januari 2023 dan menyatakan jika sertifikat Tika sah, " ujar Gung Kiss.

    Meskipun sah, tapi Tika hanya berhak atas tanah tersebut seluas 2 are, dan sisanya 4 are untuk pihak lawan. Mereka tidak puas. Karena bola ada ditangan mereka, akhirnya pada tanggal 22 Januari 2023 mereka melakukan banding. 

    " Putusan banding keluar pada tanggal 16 Maret 2023 dan memenangkan Tika, dimana ia berhak atas tanah seluas 3 are tersebut dan menyatakan bahwa sertifikat 1692 tidak berkekuatan hukum, " papar Gung Kiss rinci.

    Sejak awal Gung Kiss yakin kliennya berhak atas tanah sesuai dengan kriteria yang tercantum di sertifikat miliknya. Hal ini mengingat sertifikat itu terbit lebih dulu daripada yang dimiliki pihak lainnya. 

    "Klien kami sudah melakukan perbuatan hukum (jual beli) sejak tahun 1979. Selang beberapa tahun kemudian ada pihak lain yang mengklaim tanah yang sama dengan luas berbeda, " tegasnya lagi.

    Pengadilan Tinggi Denpasar menganggap dasar hukum kepemilikan atas sebidang tanah oleh Udayana tidak cukup kuat. Bahkan, Pengadilan Tinggi menyatakan jika pihak penggugat (Udayana) kurang berhati - hati ketika melakukan cross-check di Badan Pertanahan Negara (BPN) saat proses pembelian oleh bapaknya. 

    Berikut cuplikan putusan Pengadilan Tinggi :

    Menimbang, bahwa dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Tergugat I dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi lebih dahulu memperoleh hak milik atas tanah objek sengketa daripada Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi yaitu berdasarkan Akta Jual Beli yang sah menurut hukum (Akta Jual Beli Nomor: 15/KDR/1983 tanggal 28 Januari 1983), oleh karena itu yang bersangkutan patut dilindungi sebagai pembeli yang beritikad baik.

    Sedangkan Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi tidak berhati-hati dan tidak melakukan cross-check ke BPN saat tanah tersebut dibeli oleh bapaknya pada tanggal 26 April 2001, bahwa diatas tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 1692/Kelurahan Kediri telah terbit Sertifikat Hak Milik Nomor:261/Kelurahan Kediri atas nama Tergugat I I Wayan Tika.

    Sehingga dengan demikian peralihan yang bersangkutan dipandang tidak memenuhi asas itikad baik, sehingga menjadi tidak sah menurut hukum.

    Dilain pihak, Tika dinilai telah melakukan semua prosedur kepemilikan atas tanah seluas 3 are tersebut dengan benar. Hal ini bisa dibuktikan dengan kepemilikan kwitansi pembelian tanah tersebut sebelum sertifiakt induk no. 1692 diterbitkan. 

    Berikut cuplikannya:

    Menimbang, bahwa meskipun Sertifikat Hak Milik Nomor: 1692/Kelurahan Kediri Surat Ukur Nomor 5135/1995 tanggal 23 Oktober 1995 seluas 600m2 sertifikat induknya lebih dahulu terbit dari Sertifikat Hak Milik Nomor 261/Kelurahan Kediri, Luas 300m2 atas nama Tergugat I (I Wayan Tika), namun Tergugat I berdasarkan bukti berupa kwitansi pembayaran sejumlah Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) tanggal 10 Desember 1979.

    Tergugat I telah melakukan pembayaran uang muka atas tanah objek sengketa tahun 1979 yaitu lebih dahulu dari sertifikat induk Halaman 10 dari 16 Putusan Nomor 44/PDT/2023/PT DPS Sertifikat Hak Milik Nomor 1692/Kelurahan Kediri atas nama I Wayan Mandiana (yaitu tahun 1982).

    Gung Kiss berpesan di sela – sela pertemuannya dengan awak media bahwa hukum harus dipergunakan secara bijak. 

    “Jika hukum dipakai untuk menindas kaum lemah, maka seorang advokat harus hadir bagi kaum tertindas, ” tutupnya. (Swn/tim)

    badung kasus tanah hukum sengketa keadilan
    Ray

    Ray

    Artikel Sebelumnya

    PENDIM.ID: Serbuan Informasi dan Anti Hoaks

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Macan Versus Banteng di Antara...

    Berita terkait