PALANGKA RAYA - Permasalahan sengketa pertanahan di Kalimantan Tengah, khususnya Kota Palangka Raya, memang marak terjadinya sengketa kepemilikan hak. Hal ini juga yang mungkin membuat ibukota Provinsi Kalimantan Tengah ini, agak lambat perkembangan kotanya yang dikenal sebagai kota 'Cantik'.
Seperti dialami salah satu masyarakat, Ir Men Gumpul, dalam mempertahankan hak kepemilikan tanahnya yang terletak di Jalan Mahir Mahar Km. 23 Kelurahan Klampangan Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya, Kalteng.
Ir Men Gumpul, Ketua Satgas Anti Mafia Tanah Kalteng dan Ketua Kalteng Watch, di kediaman Jalan Galaxi Kota Palangka Raya, menyampaikan terkait adanya putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang diketahui oleh pihak bukan berperkara dan disampaikan ke pihak Kelurahan Kameloh Baru, Palangka Raya.
"Saya mendapatkan kabar dari Ibu Lisa Lurah Kameloh Baru, bahwa putusan MA telah keluar dan itu dikirim dari salah satu oknum Kejaksaan Tinggi Palangka Raya, Mantan Kejari Palangka Raya saat, " sebut Men Gumpul, Jumat (4/10) dikediamannya.
Selain itu, tambahnya oknum berinisial ES menyampaikan bahwa putusan itu mengatakan bahwa perkara yang di Kasasi olehnya ke MA, telah kalah.
"Ada apa ini, koq menyebarkan Hoax, sedangkan saya pribadi yang mengajukan Kasasi belum mendapatkan salinan putusan itu malah orang yang tidak ada hubungan dalam perkara itu, mendapatkannya, " imbuhnya.
Ketua Satgas Anti Mafia Tanah Kalteng ini, mendapatkan kabar akan hasil putusan dari MA, hari Senin tanggal 31 Oktober 2020, dari Lurah Kameloh Baru selanjut pada hari itu langsung mempertanyakan ke PN Palangka Raya, melalui PTSP menyampaikan belum ada surat atau putusan dari MA, terkait putusan Perkaranya.
Hal inilah yang menjadikannya menilai bahwa pihak - pihak yang tidak ada hubungan perkara bisa mendapatkan sesuatu Administrasi Negara, baik berupa salinan putusan Hukum dari MA, patut dipertanyakan. Tentunya ini bisa terindikasi adanya sesuatu proses dapat diduga bisa disetting, dalam hasilnya.
"Bahkan ada indikasi di dalam kepentingan perkara bisa diduga diatur bagaimana proses hukumnya nanti, sehingga bisa merugikan pihak lain yang Berpekara, untuk mendapatkan keadilan, " ungkap Ketua Watch Kalteng ini.
Perkara sengketa tanah antara Ir Men Gumpul, yang secara administrasi tata pertanahan memiliki legalitas surat berupa SKT 1987 dan SKT 2014 melawan H Syawaludin yang hanya surat tanah adat.
Almarhum H Syawaludin diketahui mulai mengklaim sebagai tanah adat di tanah Men Gumpul, sejak tahun 2015 dan masuk perkara di PN Palangka Raya tahun 2020, PN Palangka Raya memutuskan, yang mempunyai hak atas tanah itu Men Gumpul.
Kemudian pihak H Syawaludin banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya, dan di putuskan keduanya Niet Ontvankelijke (NO) atau sama sama tidak dimenangkan, selanjutnya Pihak Men Gumpul, mengajukan hasil putusan PT ke MA, berupa Kasasi, namun hasil putusan dari MA sampai saat ini secara resmi belum diterimanya dan pihak berpekara lainnya.