PALANGKA RAYA - Masing ingat para pengujuk rasa yang tergabung dalam aliansi mayarakat Dayak penambang emas di depan Gedung DPRD Kalteng, Rabu (10/8/2022) silam. Para pengujuk rasa yang tergabung dalam aliansi tersebut, mengharapkan agar pihak anggota dewan yang telah dipilih dari suara rakyat itu bisa memperhatikan nasib para penambang tradisional selama ini.
Hal itu dilakukan, karena maraknya razia yang dilakukan oleh pihak Aparat Kepolisian, khususnya Kepolisian Daerah Kalteng dan Polres setempat, merazia para penambang tradisional, yang dikategorikan sebagai Penambang Tanpa Izin (Peti).
Wakil Ketua DPD APRI Kalteng, Royke Jhoni Piay, menanggapi aksi tersebut dan angkat bicara.
"Apa yang dilakukan oleh pihak aparat Kepolisian untuk merazia penambang tanpa izin atau Peti, itu merupakan amanat UU tentang Minerba dan tata kelola lingkungan, " kata Royke ini.
Menurutnya, apa yang di suarakan oleh aliansi masyarakat dalam membela nasib para penambang tradisional dalam mencukupi kebutuhan sehari - hari itu patut diperhatikan dan ditanggapi oleh wakil rakyat yang duduk di DPRD Kalteng.
Karena para penambang tradisional yang selama ini aktiv berusaha merupakan sektor yang utama dalam membangun suatu wilayah daerah pertambangan. Sehingga keberadaannya bisa membangun ekonomi masyarakat yang hanya mengandalkan sektor itu, selain perkebunan dan pertanian.
"Keberadaan mereka para penambang tradisional jangan dimatikan, tetapi harus diberikan suatu trobosan aturan yang mengatur tentang bagaimana supaya apa yang selama ini berjalan bisa Legal dan tata kelola lingkungan bisa terjaga, " papar Wakil Ketua DPD APRI Kalteng ini.
Disampaikan juga bahwa, yang punya peranan penting dalam cepatnya rusaknya ekosistim lingkungan dalam sistim pertambangan yaitu menggunakan alat berat berupa Exavator.
Berbeda dengan alat berat ekspator yang benar benar jelas merusak alam lingkungan hidup, aparat hukum bisa memantau dan bahkan mengetahui siapa siapa para dalang di belakang, akhir akhir ini banyak para penambang kecil di buru ditangkap dan dibakar alat penambang oleh oknum aparat penegak hukum.
"Kita bisa dengar keluhan masyarakat penambang tradisional dan kita juga memahami kenapa terjadi unjuk rasa kalangan aliansi masyarakat penambang, karena tuntutan perut, ekonomi keperluannya anak sekolah, kalau ditanyakan adakah pekerjaan, ya ada tapi itu lah yang mereka miliki, skillnya, "ungkapnya.
Royke Jhoni Piay, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Penambang Rakyat Kalimantan Tengah (DPD APRI Kalteng), akan membantu melalui organisasi Assosiasi APRI Kalteng, mengajak masyarakat penambang tradisional untuk menuntut Pemerintah Provinsi agar dapat menerbitkan Perda Gubernur Kalteng sebagai dasar hukum untuk masyarakatnya bekerja dan berusaha dengan baik.
"Kita siap bantu masyarakat penambang kecil atau penambang tradisional untuk bekerja profesional yang ramah lingkungan serta menjaga ekosistem lingkungan hidup, berdasarkan aturan yang jelas, " tutur Jhony kepada media ini di Hotel Dandang Tingang Kota Palangka Raya, Selasa (20/09).